Selamatkan Hutan Indonesia

Muhammad Luthfie

Direktur Eksekutif Relawan Ekologi Nusantara (RENA)


Hutan Indonesia merupakan paru-paru dunia, yang dapat menyerap karbon dan menyediakan oksigen di muka bumi ini. Fungsi hutan sebagai penyimpan air tanah juga akan terganggu akibat terjadinya pengrusakan hutan yang terus-menerus. Hal ini akan berdampak pada semakin seringnya terjadi kekeringan di musim kemarau dan banjir serta tanah longsor di musim penghujan. Pada akhirnya, hal ini akan berdampak serius terhadap kesejahteraan masyarakat.

Industri perkayuan di Indonesia memiliki kapasitas produksi sangat tinggi disbanding ketersediaan kayu. Pengusaha kayu melakukan penebangan tak terkendali dan merusak, pengusaha perkebunan membuka perkebunan yang sangat luas, serta pengusaha hutan membukanya di kawasan hutan. Sementara itu rakyat digusur dan dipinggirkan dalam pengelolaan hutan yang mengakibatkan rakyat tak lagi punya akses terhadap hutan mereka. Dan hal ini juga diperparah dengan kondisi pemerintahan yang korup, dimana hutan dianggap sebagai sumber uang yang dapat dikuras habis untuk kepentingan pribadi dan kelompok.

Untuk menghentikan kerusakan hutan di Indonesia, maka pemerintah harus mulai serius untuk tidak lagi mengeluarkan ijin-ijin baru pengusahaan hutan. Pemerintah juga harus melakukan uji menyeluruh terhadap aktivitas industri-industri perkayuan yang bermasalah. Perlu juga adanya jeda tebang. Indonesia membutuhkan jeda tebang untuk melakukan perbaikan pada system kelola dan kebijakan yang saling tumpang tindih. Jeda tebang juga sekaligus memberikan kesempatan bagi hutan untuk bernafas sejenak dari aktivitas eksploitasi yang menciptakan berbagai dimensi bencana ekologis.

Selama jeda tebang di jalankan, industri-industri perkayuan tetap dapat jalan dengan cara mengimpor bahan baku kayu. Untuk memudahkan pengawasan tersebut, maka jenis kayu yang di impor haruslah berbeda dengan jenis kayu yang ada di Indonesia, mengembalikan kedaulatan rakyat dalam pengelolaan hutan, karena rakyat Indonesia sejak lama telah mampu mengelola hutan Indonesia. Kedaulatan rakyat, sains dan teknologi memang diperlukan, tetapi itu saja tidak cukup. Kita butuh agama untuk terlibat dalam menyelamatkan hutan Indonesia. Agama saat ini menjadi satu-satunya tumpuan harapan yang patut kita pertimbangkan dalam mengatasi krisis di dunia kehutanan, karena ilmu pengetahuan dan teknologi yang semula diharapkan dapat mengangkat kedudukan alam dan manusia dalam posisi yang bermartabat, malah menjadi faktor utama dalam serangkaian krisis di dunia kehutanan. Jika pandangan hidup yang di dasarkan pada norma-norma agama ini diwarnai dengan pesan-pesan kearifan ekologis dari agama, bukan mustahil manusia akan berusaha menghargai alam sesuai ajaran agama yang di anutnya. Sehingga kewajiban melestarikan hutan, sama kuatnya dengan sejumlah kewajiban lainnya dalam agama. Pengabaian kewajiban ini sama berdosanya dengan pengabaian kewajiban lainnya di dalam agama.

Akhirnya, terhadap fenomena kerusakan hutan agama seharusnya tidak sekedar berhenti pada sekumpulan ibadah ritual, melainkan perlu member jawaban yang konkrit dan menyeluruh. Karenanya, penggalian terhadap pesan-pesan ekologis agama untuk kemudian dapat melahirkan karakter individu yang siap berkontribusi menyelamatkan hutan Indonesia, seperti misalnya melakukan advokasi lewat tulisan, menulis surat ataupun melakukan tekanan kepada pemerintah agar serius menjaga hutan Indonesia yang tersisa. Selain itu, melakukan pengawasan terhadap peredaran kayu di wilayah terdekat. Apabila menemukan terjadinya peredaran kayu tanpa izin maupun kegiatan pengrusakan hutan, laporkan langsung kepada instansi penegak hokum, LSM lingkungan, serta media massa.

Dan mulailah menanam pohon untuk bumi kita, untuk anak-cucu kita. Ingat pula pesan ekologis Rasulullah saw yang berbunyi: “Jika kiamat terjadi, sedangkan ditangan seseorang diantara kalian ada benih tanaman, maka selama ia mampu menanamnya sebelum berdiri maka lakukanlah.”

0 komentar:

Blogger Templates by Blog Forum